PENDAHULUAN
Makanan adat sebagai tradisi lisan
memiliki keterikatan dengan manusia,
entah dalam perspektif proses penciptaan
manusia maupun perjalanan hidup manusia dalam menghadapi sang penciptaan alam
semesta. Makanan adat dikenal oleh seluruh masyarakat Maluku kie raha disaat hadirnya
momen-momen yang dianggap penting bagi setiap masyarakat yang mempunyai
kepercayaannya masing-masing. Berbicara mengenai sastra lisan atau tradisi
lisan tentu sarat dengan makna yang terkadang manusia tidak mengetahui asal
usulnya, laksana terlihat kulit tanpa isi, begitu pula semakin dalamnya makna,
laksana terlihat isi namun akar sebagai
pemula tak diketahui. Demikian dengan filosofi makanan adat yang terus
dilakukan oleh masyarakat dalam satu kebudayaan terkadang melalaikan makna yang
menjadi asal usul kebudayaan itu sendiri.
Defenisi Operasional
Simbolisasi adalah asal kata dari simbol yang berarti sesuatu yang nampak yang mempunyai
makna tertentu.
Makanan
Adat adalah sebuah makanan yang dipakai dalam upacara Tahlilan yang terletak
diatas meja dengan beralas kain putih serta dikelilingi oleh orang-orang yang
memandu jalannya sebuah prosesi tersebut.
Tahlilan
adalah proses berzikir demi keselamatan keluarga serta orang-orang yang berada
dialam kubur.
Makna
adalah hakikat segala sesuatu yang tak nampak.
KAJIAN TEORI
Tradisi Lisan
Tradisi lisan merupakan salah satu bentuk ekspresi kebudayaan daerah yang jumlahnya beratus-ratus di seluruh Indonesia. Kemampuan tradisi lisan
untuk melingkupi segala sendi kehidupan manusia, membuktikan bahwa nenek moyang
kita di masa lampau telah mengenal ajaran kehidupan yang terkandung dalam
tradisi lisan.
Pudentia (2007:
27) mendefenisikan tradisi lisan sebagai wacana yang diucapkan atau disampaikan
secara turun-temurun meliputi yang lisan dan yang beraksara, yang kesemuanya disampaikan
secara lisan. Akan tetapi modus penyampaian tradisi lisan ini tidak hanya
berupa kata-kata, tetapi juga gabungan antara kata-kata dan perbuatan tertentu
yang menyertai kata-kata. Tradisi pun akan menyediakan seperangkat model untuk
bertingkah laku yang meliputi etika, norma, dan adat istiadat. Taylor (dalam
Daud, 2008: 258), mendefinisikan tradisi lisan sebagai bahan-bahan yang
dihasilkan oleh masyarakat tradisional, yang berbentuk pertuturan, adat resam,
atau amalan, di antaranya ritual, upacara adat, cerita rakyat, nyanyian rakyat,
tarian, dan permainan.
Konsep Simbol
Pemahaman
hakikat dari segala sesuatu sudah tentu tidak secara langsung sebab bersifat
ekstrinsik, dalam wujud kebudayaan adanya hasil karya manusia yang menimbulkan
makna yang terkadang sulit untuk dideteksi, misalnya terdapat kata tanda, ikon,
lambang, dan simbol dan lain sebagainya. berbagai macam pendapat para ahli
tentang perbedaan dan kesamaan tentang pengertian simbol dengan yang lainnya.
Namun perlu dipahami bahwa diantara bentuk konsep simbol, tanda acuan, ikon,
mempunyai satu tujuan, yakni makna yang tersimpan. Namun simbol mempunyai makna
yang bersifat transenden yang bersifat sangat rahasia.
Simbol asal kata dari Symballein (Yunani), secara leksikal berarti memasukkan
bersama-sama. misalnya kain putih secara dominan diidentik dengan suci .
Menurut
Daeng (2012: 82) secara etimologi simbol dan simbolisasi diambil dari kata
Yunani Sumballo (sumballein), yang
mempunyai beberapa arti, yaitu berwawancara, merenungkan, membandingkan,
bertemu, melemparkan menjadi satu, menyatukan.
Eliade (Daeng, 2012: 82), mengatakan simbol
mengungkapkan aspek-aspek terdalam dari kenyataan yang tidak terjangkau oleh
alat pengenalan lain.
Pandangan
Eliade diatas mengantarkan kita terkait simbolisasi yang kian terjerat pada
nuansa batin sebagai alat penelaah, sebab itulah alternatif untuk
berkontemplasi bagi setiap manusia dalam menghadapi sebuah simbol yang dianggap
bermanfaat bagi individunya. Bahkan dalam nuansa kehidupan, dijadikan sebagai pedoman
asal usul yang diwariskan secara genetis. Walaupun dalam kehidupan yang
dihadapi mengalami perubahan, tetapi ruang batin tetap teguh berkeyakinan akan
maknanya.
Simbol
telah memperingatkan manusia tentang tata cara pengabdian kepada sang illahi.
Bahkan mempertahankan eksistensinya dalam menempatkan sang ilahi sebagai tujuan
utama.
Konsep Makanan Adat
Ternate
Kehidupan Sosial budaya masyarakat Ternate
menampilkan corak yang berbeda. perbedaan tersebut, menurut Yusup Abdul Rahman,
mengalami tipe character dari zaman
ke zaman, paling tidak terjadi pembauran budaya (akulturasi) atau persilangan budaya (inkulturasi) dan bisa terjadi adopsi
budaya (Dalam P3M STAIN TERNATE,2012: 159).
Secara
realitas dalam acara-acara adat Ternate di kawasan Moloku Kie Raha terjadi juga perpaduan budaya lokal warisan para
leluhur dan tata cara islam (syariat islam). Presentasi ini juga membenarkan
bahwa, peletak dasar tradisi Moloku Kie
Raha, Bapak Moyang empat Sultan, yakni Jafar Sadik. Namun tradisi keislaman
muncul setelah Sultan Zainal Abidin (1486-1500 M). kembali belajar islam di
Sunan Giri (Gresik) Jawa Timur dan selanjutnya mentransfer budaya lisan (Sastra
Lisan) Ternate ke bahasa tulisan (arab Melayu) dan diberi muatan nilai-nilai
islam (Ibid. Hal. 160)
Menyangkut dengan tradisi lisan tersebut,
menurut penulis, sebelum Jafar Sadik mendatangi Moloku Kie Raha, tradisi lisan sudah dijalankan oleh para penduduk
setempat. Hanya saja dalam literatur sejarah tidak tercatat, sebab berbagai
kalangan dianggap sebuah cerita (mitos). namun perlu ditafsir tentang mitos,
atas dasar ini, menurut J. Van Ball (1987:44) mitos dapat dikatakan sebagai
cerita didalam kerangka sistem suatu religi yang dimasa lalu atau kini telah
atau sedang berlaku sebagai kebenaran keagamaan. Selanjutnya Syukur Dister,
1982: 32-33)mengatakan Ilmu pengetahuan tentang mitos adalah suatu cara untuk
mengungkapkan, menghadirkan yang kudus, yang ilahi, melalui konsep serta bahasa
simbolik.
Makanan
Adat (Ngogu Adat)
Ternate
merupakan sejarah yang tak kunjung tiba. Artinya bahwa akar pengetahuannya tak
mempunyai batasan. Pemahaman tentang
ke-Ternate-an mulai dari tradisi dalam bentuk upacara-upacara keagamaan dan
lain sebagainya, sulit dijangkau oleh akal manusia. Ternate yang mempunyai
sejarah yang bermula di zaman momole, kolano dan sampai pada kesultanan, masih
dipertahankan melalui simbol yang bernilai religius. Sebab berdasarkan falsafah jo se ngofangare dengan diiringi syair toma ua se hang moju, toma limau gapi matubu Jou se ngofangare (pada
suatu masa dimana belum tercipta tempat ruang dan waktu, dipuncak tertinggi
hanya Kau dan Aku) dengan landasan Adat
matoto Agama, agama matoto kitabullah, matoto jou allah ta’ala, menuju pada
kehidupan manusia yang tercermin pada adat
se atorang yang bernafaskan dalil
tifa.
Berdasarkan
landasan diatas, mengantarkan manusia mengenal asal usul sebagai landasan
keyakinan beragama. Maka alternatif Kelana hidup manusia masa lalu dengan daya
cipta karsa dan rasa turut mewujudkan jenis simbolisasi sebagai representasi
antara tuhan dengan manusia, manusia dengan alam, serta manusia sesamanya. Maka
simbol makanan adat ternate adalah sumber keagamaan yang patut di barengi
sebagai perjalanan hidup manusia.
Makanan
Adat atau ngogu adat merupakan
tradisi Maluku kie raha, hanya saja beberapa jenis-jenis makanan yang
membedakannya, serta jumlah makanan yang dimiliki oleh setiap daerah
masing-masing. Eksistensi dari Prosesi makanan adat dan tahlilan dilakukan apabila hadirnya
momen-momen (waktu), misalnya ada seseorang yang meninggal dunia, hal ini akan
menghadirkan/melakukan tahlilan (zikir) demi keselamatan seseorang tersebut.
Tahlilan akan dijalankan sesuai dengan perhitungan hari, misalnya kematian hari
ke-tujuh (Sone ma futu tomdi), pada hari
ke-tujuh prosesi tahlilan menghadirkan seluruh pemangku adat, Agama serta
masyarakat sekitarnya. tahlilan juga menghadirkan makanan adat sesuai jenis
prosesinya. Sebab proses tahlilan bisa dilakukan saat sebelum tiba bulan
ramadhan.
Jenis-jenis
Makanan Adat
1.
Sirikaya
(kue telur)
2.
Bubur
kacang hijau
3.
Nasi
jaha air
4.
Ikan
dan fofoki
5.
Nasi
kuning
6.
Daga
raha (empat macam)
7.
Kua
8.
Boboto
Sedangkan ditinjau dari tahlilan:
1.
Kain
Putih sebagai taplak meja
2.
Empat
gelas air (dibagi dua disetiap kedua ujung meja.)
3.
Bunga
rampai berwarna, putih, hijau dan merah,
4.
Satu
mangkuk berisi tanah (Safo/Hito) yang diatasnya terdapat manyan (sebuah batu yang sangat mudah mengeluarkan asap jika
tersentuh api.
PEMBAHASAN
Makna Tahlilan
Dalam melakukan tahlilan mengundang
berbagai bentuk kritikan atau kontradiksi yang sangat memuncak, pandangan ini
berdasarkan pada persoalan adat dan
agama, adat menurut pendapat para intelektual maupun berbagai kalangan, harus
dipisahkan dari agama, sebab dalam sebuah ritual tercermin pada sebuah kesyirikan.
Namun, terlebih dahulu simak makna tahlilan menurut “Bapak Iswan Sabaneke”. Menurutnya
Tahlilan ini biasa dilakukan saat bulan suci ramadhan tiba, atau dalam
sekeluarga mempunyai niatan.Pertama, setiap
melakukan tahlilan, diwajibkan menyediakan empat gelas air, kemudian dibagi dua
diletakkan disetiap ujung meja. Empat gelas air tersebut bermakna empat sahabat
Nabi (umar bin khatab, abu bakar sidik, usman bin affan dan ali bin abi thalib). Kedua,
beliau menyimpulkan pembahasan tahlilan dengan mengacu pada empat anasir,
diataranya: air, api, tanah dan udara.
Air,
dalam melakukan tahlilan terdapat pada tempat-tempat tertentu, yakni air yang
berada diantara empat gelas, dan air yang terdapat pada mangkuk, atau dikenal “safo”.Tanah,
dalam melakukan tahlilan, terdapat sebuah tempat berbentuk Pot bunga atau biasa
dikenal dengan “hito”, tempat
tersebut terisi tanah, dengan dihiasi batu berasap atau disebut “manyan".
Api,
ketika disaat proses tahlilan dimulai, tuan rumah menyediakan api, yang
nantinya diletakkan diatas Hito.
Udara,
udara terwujud disaat api tersebut diseburkan “manyan”. Secara tiba-tiba, asap akan muncul, disitulah terwujudnya
udara.1
Makna Makanan Adat Ternate
Makna makanan adat memiliki struktur yang mampu
memberikan pemahaman kepada kita sebagai manusia, yakni organ dalam maupun
organ luar manusia itu sendiri. Menurut Joguru Hi. Ridwan Dero, SH.2 makna makanan adat Ternate berhubungan
dengan Proses penciptaan manusia berikut penjelasannya:
Sebelum menciptakan adam telah lebih dahulu menciptakan
lembaga adam, terdiri dari lima titik tanah dari lima daratan. Dari lima titik
tanah ini di kumpul menjadi satu, kelak menjadi “jasad Adam”. Lembaga adam
kemudian di jemur selama 40 Tahun kemudian Allah meniupkan Ruh kepada jasad
adam.
[1] Iswan
Sabaneke. “makna
tahlilan harian”. Tomajiko,
Tgl 6 oktober 2014
(menggunakan teknik perekaman, dari hasil diskusi)diperkuat atau ditinjau
kembali, rabu, 19 november 2014
2Joguru
Hi. Ridwan Dero, SH. “Konsep
makna makanan adat Ternate ”. melalui ceramah, Tomajiko, sabtu, 11 agustus
2012, (di tinjau kembali pada kamis
malam, 6 November 2014 dengan menggunakan teknik pencatatan dari hasil diskusi)
Lima
organ di dalam tubuh dan di luar tubuh adam yang menjadi organ pertama Adam as,
Terdiri dari : organ dalam (hati, paru-paru, mangga-mangga, gaba-gaba,
kusi-kusi), organ luar (mata, telinga, mulut, hidung, dan lidah).
Adam dan hawa dikeluarkan dari surga ke bumi,
Adam di tempatkan di Masyrik (safa) dan Hawa di Magrib (marwa). Kemudian mereka
dipertemukan di Hijiril Ismail, ini disimbolkan dengan “titik pada huruf NUN
dalam huruf Hijayyah” titik itu adalah tempat bertemunya Adam dan Hawa.
Tagi roro si To kodiho Ri Gam si To kado (pergi dalam waktu yang lama dan jauh,
kembali ketempat semula). ini berbicara
tentang ketika pergi haji ke baitullah, hanya ingin melihat Hajaral Aswad.
Hajaral Aswad adalah makamnya Nur Allah kembali lagi ke awal kejadian manusia,
ke Nur Allah.
Dalam QS.AT-TIN : 4, yang artinya “sesungguhnya aku ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya Manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Surah tersebut, berkaitan dengan adat ternate di simbolkan dengan makanan adat saat manusia sudah di ciptakan. Berikut keterangannya :
Sirikaya (kue telur) , berbicara mengenai otak manusia
Bubur kacang hijau,
Bubur kacang hijau, berbicara mengenai kekuatan atau
syahwat manusia.
Jaha/Nasi jaha
Nasi jaha, berbicara mengenai 20 sifat Allah Swt. 7 sifat di berikan ke manusia. sifat itu adalah berilmu, menentukan, mendengar, melihat, berkata-kata Dst. Nasi jaha berjumlah sepuluh buah, memotong dua bagian terpisah menjadi 5 (lima). dalam satu bagian adalah berbicara mengenai 5 rukun islam dan 5 shalat fardhu.
Ikan dan fofoki, berbicara mengenai, ikan adalah pembawaan perempuan dan fofoki adalah pembawaan laki-laki.
Nasi kuning, berbicara mengenai seorang ibu yang sedang hamil (hasil dari
bertemunya kemaluan lelaki dan perempuan yang disimbolkan dalam makanan adat
antara ikan dan fofoki)
3 Tim Peneliti Pusat penelitian dan Pengabdian
Masyarakat (P3M) STAIN TERNATE, 2012.
Sejarah Sosial Kesultanan Ternate, Penerbit Ombak: Yogyakarta.
Daga raha seperti gambar diatas, nasi kuning dibagi empat, serta nasi
jaha dipotong menjadi 20 (lihat, penjelasan jaha
pada pembahasan diatas).
Kua,
didalam kua ini ada daging dan tulang kambing : berbicara mengenai tulang dan
daging saat manusia mengalami proses penciptaan.
Boboto,
berbentuk segi tiga : berbicara mengenai salah satu organ tubuh yang selalu
berfungsi sampai manusia terbaring lesu (sakit) menjemput sakratul maut.
Dari 5 (lima) panca indra, 7 (tujuh) anggota badan, 12 (dua belas)
siku atau donga-donga, 360 (tiga
ratus enam puluh) urat yang ada pada jasad manusia, yang menjadi mesin penggerak
adalah kusi-kusi (hati) disimbolkan dengan boboto.
Rincian Makanan
simbolisasi Makanan adat.
mengenai dengan rincian makna makan adat ternate sebagai
berikut:
Jaha/
nasi jaha: berukurannya, diukur melalu jingkal tangan. Lalu ditambahkan dengan ukuran empat
jari selain jari ibu. Diantara jinggal tangan bermakna pembawaan laki-laki,
sedangkan lebarnya ukuran empat jari tangan adalah pembawaan perempuan.
Mengapa
ikan harus berhadapan dengan foki (terong), sebab berdasarkan hubungan baik
antara kedunya. Mengapa
diantara susunan ikan harus sistematis, sebab hidup harus berlandaskan pada
sebuah perencanaan yang teratur. Dalam konteks hubungan antara keduanya,
tidaklah mungkin diantara kepala berhadapan dengan kaki atau tidur dari arah
berlawanan.
Dalam
konteks tahlilan, kain putih bermakna suci, dengan dihiasi bungan rampai yang
bermakna representasi dari bunga surga, dengan dalil “bunga daka toma sorga,
supu toma dunia, la idadi sohi (bunga
dari surga, mencerahkan dunia).4
4rincian makanan adat ternate”. hasil
diskusi dengan Ilyas Husen ( tokoh adat), Tomajiko, rabu, 19 november 2014,
dengan menggunakan teknik pencatatan dari hasil diskusi)
PENUTUP
Simpulan
Tradisi lisan
merupakan salah satu bentuk ekspresi kebudayaan daerah yang jumlahnya
beratus-ratus di seluruh Indonesia. Kemampuan tradisi lisan untuk melingkupi
segala sendi kehidupan manusia, membuktikan bahwa nenek moyang kita di masa
lampau telah mengenal ajaran kehidupan yang terkandung dalam tradisi lisan.
Mengenai dengan pembahasan
tersebut terdapat perbedaan pendapat, namun perlu diketahui bahwa, satu
kesimpulan atau pokok dari makna simbolisasi makanan adat ternate adalah
berhubungan dengan proses penciptaan manusia. Jika ditinjau dari agama islam
sangat berkaitan dengan QS. At-Attin: 4.
Saran
Maluku
Utara, khususnya Ternate mempunyai berbagai macam tradisi lisan. tradisi
tersebut bukan secara arbiter dalam menciptakannya, tetapi membutuhkan
kontemplasi yang kuat serta bertauhid dijalan sang khalik. Olehnya itu,
disetiap lembaga maupun kalangan masyarakat mempelajari serta menilik lebih
jauh makna dari tradisi negeri kita yang tercipta pada masa lalu.
DAFTAR PUSTAKA
Sugiyono,
Dr.Prof. 2010. Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif Dan R&B . Alfabeta: Bandung
Ratna ,Kutna,
Nyoman, 2011. Estetika “sastra dan
budaya”. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Daeng. J.
Hans. Dr. 2012. Manusia Kebudayaan dan
Lingkungan “tinjauan Antropologis. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Pusat
Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat (P3M) STAIN Ternate, 2012. Sejarah Sosial Kesultanan Ternate. Ombak:
Yogyakarta
Taib Rinto
& Alting ,Husain. 2012. Wisata Kota Pusaka
Ternate (Pesona masa lalu yang memukau kini, menuju kebangkitan Pariwisata Kota
Ternate). Ummu Press: Ternate
Http// La
Banara. Proposal :30/5/2012: Konsep Tradisi Lisan
Apakah makna di atas adalah tunggal, atau ada makna lain di balik simbol makanan tersebut?
BalasHapusApakah makanan adat Ternate sama dengan makanan adat Tidore, Bacan, dan Jailolo? kalau sama apa kesamaannya, kalau beda apa perbedaannya.
BalasHapus