Langsung ke konten utama

“Simbolisasi Makanan Adat Ternate Dalam Tradisi Tahlilan” (Sebuah Kajian Makna)



PENDAHULUAN

 

   Ternate merupakan sebuah sumber tradisi lisan yang tercermin dalam sebuah kebudayaan. Kekayaan dari tradisi-tradisi tersebut menjadikan Ternate menjadi ikon sejarah dan budaya yang dikenal dikancah dunia, demikian dengan Maluku Kie Raha secara umum. kekayaan sebuah simbolisasi menghadirkan perhatian bagi masyarakat luas. Karena Leslie White ( dalam Ratna,2011:13) kebudayaan dan peradaban tergantung pada simbol. Kemampuan dalam menggunakan simbollah yang dapat melahirkan dan mempertahankan kebudayaan. Sastra lisan yang juga bagian dari tradisi lisan telah mengingatkan manusia akan sebuah kehidupan masa lalu serta menjadikan para leluhur sebagai titik tolak eksistensi hubungan manusia dengan sesamanya, dengan alam, serta  maha pencipta alam semesta. Mengapa demikian, karena praktik-praktik sebuah masa lalu syarat dengan sebuah makna yang terindikasi pada nilai-nilai moral, serta pesan-pesan yang bernafaskan islam.
    Makanan adat sebagai tradisi lisan memiliki  keterikatan dengan manusia, entah dalam perspektif  proses penciptaan manusia maupun perjalanan hidup manusia dalam menghadapi sang penciptaan alam semesta. Makanan adat dikenal oleh seluruh masyarakat Maluku kie raha disaat hadirnya momen-momen yang dianggap penting bagi setiap masyarakat yang mempunyai kepercayaannya masing-masing. Berbicara mengenai sastra lisan atau tradisi lisan tentu sarat dengan makna yang terkadang manusia tidak mengetahui asal usulnya, laksana terlihat kulit tanpa isi, begitu pula semakin dalamnya makna, laksana terlihat isi namun  akar sebagai pemula tak diketahui. Demikian dengan filosofi makanan adat yang terus dilakukan oleh masyarakat dalam satu kebudayaan terkadang melalaikan makna yang menjadi asal usul kebudayaan itu sendiri.

Defenisi Operasional

    Simbolisasi adalah asal kata dari simbol yang berarti sesuatu yang nampak yang mempunyai makna tertentu.
Makanan Adat adalah sebuah makanan yang dipakai dalam upacara Tahlilan yang terletak diatas meja dengan beralas kain putih serta dikelilingi oleh orang-orang yang memandu jalannya sebuah prosesi tersebut.
         Tahlilan adalah proses berzikir demi keselamatan keluarga serta orang-orang yang berada dialam kubur.
          Makna adalah hakikat segala sesuatu yang tak nampak.

KAJIAN TEORI

Tradisi Lisan
    Tradisi lisan merupakan salah satu bentuk ekspresi kebudayaan daerah yang jumlahnya beratus-ratus di seluruh Indonesia. Kemampuan tradisi lisan untuk melingkupi segala sendi kehidupan manusia, membuktikan bahwa nenek moyang kita di masa lampau telah mengenal ajaran kehidupan yang terkandung dalam tradisi lisan. 
   Pudentia (2007: 27) mendefenisikan tradisi lisan sebagai wacana yang diucapkan atau disampaikan secara turun-temurun meliputi yang lisan dan yang beraksara, yang kesemuanya disampaikan secara lisan. Akan tetapi modus penyampaian tradisi lisan ini tidak hanya berupa kata-kata, tetapi juga gabungan antara kata-kata dan perbuatan tertentu yang menyertai kata-kata. Tradisi pun akan menyediakan seperangkat model untuk bertingkah laku yang meliputi etika, norma, dan adat istiadat. Taylor (dalam Daud, 2008: 258), mendefinisikan tradisi lisan sebagai bahan-bahan yang dihasilkan oleh masyarakat tradisional, yang berbentuk pertuturan, adat resam, atau amalan, di antaranya ritual, upacara adat, cerita rakyat, nyanyian rakyat, tarian, dan permainan. 

Konsep Simbol
    Pemahaman hakikat dari segala sesuatu sudah tentu tidak secara langsung sebab bersifat ekstrinsik, dalam wujud kebudayaan adanya hasil karya manusia yang menimbulkan makna yang terkadang sulit untuk dideteksi, misalnya terdapat kata tanda, ikon, lambang, dan simbol dan lain sebagainya. berbagai macam pendapat para ahli tentang perbedaan dan kesamaan tentang pengertian simbol dengan yang lainnya. Namun perlu dipahami bahwa diantara bentuk konsep simbol, tanda acuan, ikon, mempunyai satu tujuan, yakni makna yang tersimpan. Namun simbol mempunyai makna yang bersifat transenden yang bersifat sangat rahasia.
    Simbol asal kata dari Symballein (Yunani), secara leksikal berarti memasukkan bersama-sama. misalnya kain putih secara dominan diidentik dengan suci .
    Menurut Daeng (2012: 82) secara etimologi simbol dan simbolisasi diambil dari kata Yunani Sumballo (sumballein), yang mempunyai beberapa arti, yaitu berwawancara, merenungkan, membandingkan, bertemu, melemparkan menjadi satu, menyatukan.
Eliade (Daeng, 2012: 82), mengatakan simbol mengungkapkan aspek-aspek terdalam dari kenyataan yang tidak terjangkau oleh alat pengenalan lain.
   Pandangan Eliade diatas mengantarkan kita terkait simbolisasi yang kian terjerat pada nuansa batin sebagai alat penelaah, sebab itulah alternatif untuk berkontemplasi bagi setiap manusia dalam menghadapi sebuah simbol yang dianggap bermanfaat bagi individunya. Bahkan dalam nuansa kehidupan, dijadikan sebagai pedoman asal usul yang diwariskan secara genetis. Walaupun dalam kehidupan yang dihadapi mengalami perubahan, tetapi ruang batin tetap teguh berkeyakinan akan maknanya.
    Simbol telah memperingatkan manusia tentang tata cara pengabdian kepada sang illahi. Bahkan mempertahankan eksistensinya dalam menempatkan sang ilahi sebagai tujuan utama.

Konsep Makanan Adat Ternate
Kehidupan Sosial budaya masyarakat Ternate menampilkan corak yang berbeda. perbedaan tersebut, menurut Yusup Abdul Rahman, mengalami tipe character dari zaman ke zaman, paling tidak terjadi pembauran budaya (akulturasi)  atau persilangan  budaya (inkulturasi) dan bisa terjadi adopsi budaya (Dalam P3M STAIN TERNATE,2012: 159).
     Secara realitas dalam acara-acara adat Ternate di kawasan Moloku Kie Raha terjadi juga perpaduan budaya lokal warisan para leluhur dan tata cara islam (syariat islam). Presentasi ini juga membenarkan bahwa, peletak dasar tradisi Moloku Kie Raha, Bapak Moyang empat Sultan, yakni Jafar Sadik. Namun tradisi keislaman muncul setelah Sultan Zainal Abidin (1486-1500 M). kembali belajar islam di Sunan Giri (Gresik) Jawa Timur dan selanjutnya mentransfer budaya lisan (Sastra Lisan) Ternate ke bahasa tulisan (arab Melayu) dan diberi muatan nilai-nilai islam (Ibid. Hal. 160)
Menyangkut dengan tradisi lisan tersebut, menurut penulis, sebelum Jafar Sadik mendatangi Moloku Kie Raha, tradisi lisan sudah dijalankan oleh para penduduk setempat. Hanya saja dalam literatur sejarah tidak tercatat, sebab berbagai kalangan dianggap sebuah cerita (mitos). namun perlu ditafsir tentang mitos, atas dasar ini, menurut J. Van Ball (1987:44) mitos dapat dikatakan sebagai cerita didalam kerangka sistem suatu religi yang dimasa lalu atau kini telah atau sedang berlaku sebagai kebenaran keagamaan. Selanjutnya Syukur Dister, 1982: 32-33)mengatakan Ilmu pengetahuan tentang mitos adalah suatu cara untuk mengungkapkan, menghadirkan yang kudus, yang ilahi, melalui konsep serta bahasa simbolik.

    Makanan Adat (Ngogu Adat)
   Ternate merupakan sejarah yang tak kunjung tiba. Artinya bahwa akar pengetahuannya tak mempunyai batasan. Pemahaman  tentang ke-Ternate-an mulai dari tradisi dalam bentuk upacara-upacara keagamaan dan lain sebagainya, sulit dijangkau oleh akal manusia. Ternate yang mempunyai sejarah yang bermula di zaman momole, kolano dan sampai pada kesultanan, masih dipertahankan melalui simbol yang bernilai religius.  Sebab berdasarkan falsafah jo se ngofangare dengan diiringi syair toma ua se hang moju, toma limau gapi matubu Jou se ngofangare (pada suatu masa dimana belum tercipta tempat ruang dan waktu, dipuncak tertinggi hanya Kau dan Aku) dengan landasan Adat matoto Agama, agama matoto kitabullah, matoto jou allah ta’ala, menuju pada kehidupan manusia yang tercermin pada adat se atorang yang bernafaskan dalil tifa.
     Berdasarkan landasan diatas, mengantarkan manusia mengenal asal usul sebagai landasan keyakinan beragama. Maka alternatif Kelana hidup manusia masa lalu dengan daya cipta karsa dan rasa turut mewujudkan jenis simbolisasi sebagai representasi antara tuhan dengan manusia, manusia dengan alam, serta manusia sesamanya. Maka simbol makanan adat ternate adalah sumber keagamaan yang patut di barengi sebagai perjalanan hidup manusia.
     Makanan Adat atau ngogu adat merupakan tradisi Maluku kie raha, hanya saja beberapa jenis-jenis makanan yang membedakannya, serta jumlah makanan yang dimiliki oleh setiap daerah masing-masing. Eksistensi dari Prosesi makanan adat  dan tahlilan dilakukan apabila hadirnya momen-momen (waktu), misalnya ada seseorang yang meninggal dunia, hal ini akan menghadirkan/melakukan tahlilan (zikir) demi keselamatan seseorang tersebut. Tahlilan akan dijalankan sesuai dengan perhitungan hari, misalnya kematian hari ke-tujuh (Sone ma futu tomdi), pada hari ke-tujuh prosesi tahlilan menghadirkan seluruh pemangku adat, Agama serta masyarakat sekitarnya. tahlilan juga menghadirkan makanan adat sesuai jenis prosesinya. Sebab proses tahlilan bisa dilakukan saat sebelum tiba bulan ramadhan.

Jenis-jenis Makanan Adat 
1.   Sirikaya (kue telur)  
2.   Bubur kacang hijau 
3.   Nasi jaha air 
4.   Ikan dan fofoki
5.   Nasi kuning
6.   Daga raha (empat macam)
7.   Kua
8.   Boboto
Sedangkan ditinjau dari tahlilan:
1.   Kain Putih sebagai taplak meja
2.   Empat gelas air (dibagi dua disetiap kedua ujung meja.)
3.   Bunga rampai berwarna, putih, hijau dan merah,
4.   Satu mangkuk berisi tanah (Safo/Hito)  yang diatasnya terdapat manyan   (sebuah batu yang sangat mudah mengeluarkan asap jika tersentuh api.

PEMBAHASAN

Makna Tahlilan 
    Dalam melakukan tahlilan mengundang berbagai bentuk kritikan atau kontradiksi yang sangat memuncak, pandangan ini berdasarkan  pada persoalan adat dan agama, adat menurut pendapat para intelektual maupun berbagai kalangan, harus dipisahkan dari agama, sebab dalam sebuah ritual tercermin pada sebuah kesyirikan. Namun, terlebih dahulu simak makna tahlilan menurut “Bapak Iswan Sabaneke”. Menurutnya Tahlilan ini biasa dilakukan saat bulan suci ramadhan tiba, atau dalam sekeluarga mempunyai niatan.Pertama, setiap melakukan tahlilan, diwajibkan menyediakan empat gelas air, kemudian dibagi dua diletakkan disetiap ujung meja. Empat gelas air tersebut bermakna empat sahabat Nabi (umar bin khatab, abu bakar sidik, usman bin affan dan ali bin abi thalib). Kedua, beliau menyimpulkan pembahasan tahlilan dengan mengacu pada empat anasir, diataranya: air, api, tanah dan udara. 
    Air, dalam melakukan tahlilan terdapat pada tempat-tempat tertentu, yakni air yang berada diantara empat gelas, dan air yang terdapat pada mangkuk, atau dikenal “safo”.Tanah, dalam melakukan tahlilan, terdapat sebuah tempat berbentuk Pot bunga atau biasa dikenal dengan “hito”, tempat tersebut terisi tanah, dengan dihiasi batu berasap atau disebut “manyan". 
    Api, ketika disaat proses tahlilan dimulai, tuan rumah menyediakan api, yang nantinya diletakkan diatas Hito. 
   Udara, udara terwujud disaat api tersebut diseburkan “manyan”. Secara tiba-tiba, asap akan muncul, disitulah terwujudnya udara.1

 Makna Makanan Adat Ternate
    Makna makanan adat memiliki struktur yang mampu memberikan pemahaman kepada kita sebagai manusia, yakni organ dalam maupun organ luar manusia itu sendiri. Menurut Joguru Hi. Ridwan Dero, SH.2 makna makanan adat Ternate berhubungan dengan Proses penciptaan manusia berikut penjelasannya: 
    Sebelum menciptakan adam telah lebih dahulu menciptakan lembaga adam, terdiri dari lima titik tanah dari lima daratan. Dari lima titik tanah ini di kumpul menjadi satu, kelak menjadi “jasad Adam”. Lembaga adam kemudian di jemur selama 40 Tahun  kemudian Allah meniupkan Ruh kepada jasad adam. 

[1] Iswan Sabaneke. “makna tahlilan harian”. Tomajiko, Tgl 6 oktober 2014 (menggunakan teknik perekaman, dari hasil diskusi)diperkuat atau ditinjau kembali, rabu, 19 november 2014
2Joguru Hi. Ridwan Dero, SH. “Konsep makna makanan adat Ternate ”. melalui ceramah, Tomajiko, sabtu, 11 agustus 2012,  (di tinjau kembali pada kamis malam, 6 November 2014 dengan menggunakan teknik pencatatan dari hasil diskusi)

    Lima organ di dalam tubuh dan di luar tubuh adam yang menjadi organ pertama Adam as, Terdiri dari : organ dalam (hati, paru-paru, mangga-mangga, gaba-gaba, kusi-kusi), organ luar (mata, telinga, mulut, hidung, dan lidah).
      Adam dan hawa dikeluarkan dari surga ke bumi, Adam di tempatkan di Masyrik (safa) dan Hawa di Magrib (marwa). Kemudian mereka dipertemukan di Hijiril Ismail, ini disimbolkan dengan “titik pada huruf NUN dalam huruf Hijayyah” titik itu adalah tempat bertemunya Adam dan Hawa.
   Tagi roro si To kodiho Ri Gam si To kado (pergi dalam waktu yang lama dan jauh, kembali ketempat semula).  ini berbicara tentang ketika pergi haji ke baitullah, hanya ingin melihat Hajaral Aswad. Hajaral Aswad adalah makamnya Nur Allah kembali lagi ke awal kejadian manusia, ke Nur Allah.

     Dalam QS.AT-TIN : 4,  yang artinya “sesungguhnya aku ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya Manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Surah tersebut, berkaitan dengan adat ternate di simbolkan dengan makanan adat saat manusia sudah di ciptakan. Berikut keterangannya :
     Sirikaya (kue telur) , berbicara mengenai otak manusia
   Bubur kacang hijau,


Bubur kacang hijau, berbicara mengenai kekuatan atau syahwat manusia.

   Jaha/Nasi jaha

    Nasi jaha, berbicara mengenai 20 sifat Allah Swt. 7 sifat di berikan ke manusia. sifat itu adalah berilmu, menentukan, mendengar, melihat, berkata-kata Dst. Nasi jaha berjumlah sepuluh buah, memotong dua bagian terpisah menjadi 5 (lima). dalam satu bagian adalah berbicara mengenai 5 rukun islam dan 5 shalat fardhu.


    Penjelasan yang lain, jaha tersebut melambangkan 10 ruas tulang besar pada diri manusia, yakni tulang punggung (obo toma dudu) dua ruas tulang kaki (obo toma hohu) , tulang paha, tulang tangan(obo toma gia), tulang lengan (obo toma kefe) dan tulang belakang.3


Ikan dan fofoki, berbicara mengenai, ikan adalah pembawaan perempuan dan fofoki adalah pembawaan laki-laki.

  Nasi kuning, berbicara mengenai seorang ibu yang sedang hamil (hasil dari bertemunya kemaluan lelaki dan perempuan yang disimbolkan dalam makanan adat antara ikan dan fofoki)

Daga raha (empat macam) bentuk makanan : berbicara mengenai hati manusia.


3  Tim Peneliti Pusat penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) STAIN TERNATE,  2012. Sejarah Sosial Kesultanan Ternate, Penerbit Ombak: Yogyakarta.

Daga raha seperti gambar diatas, nasi kuning dibagi empat, serta nasi jaha dipotong menjadi 20 (lihat, penjelasan jaha pada pembahasan diatas).
   Kua, didalam kua ini ada daging dan tulang kambing : berbicara mengenai tulang dan daging saat manusia mengalami proses penciptaan.

Boboto, berbentuk segi tiga : berbicara mengenai salah satu organ tubuh yang selalu berfungsi sampai manusia terbaring lesu (sakit) menjemput sakratul maut.
     Dari 5 (lima) panca indra, 7 (tujuh)  anggota badan, 12 (dua belas) siku atau donga-donga, 360 (tiga ratus enam puluh) urat yang ada pada jasad manusia, yang menjadi mesin penggerak adalah kusi-kusi (hati) disimbolkan dengan boboto.
    Rincian Makanan simbolisasi Makanan adat.
     mengenai dengan rincian makna makan adat ternate sebagai berikut: 
Jaha/ nasi jaha: berukurannya, diukur melalu jingkal  tangan. Lalu ditambahkan dengan ukuran empat jari selain jari ibu. Diantara jinggal tangan bermakna pembawaan laki-laki, sedangkan lebarnya ukuran empat jari tangan adalah pembawaan perempuan.
   Mengapa ikan harus berhadapan dengan foki (terong), sebab berdasarkan hubungan baik antara kedunya. Mengapa diantara susunan ikan harus sistematis, sebab hidup harus berlandaskan pada sebuah perencanaan yang teratur. Dalam konteks hubungan antara keduanya, tidaklah mungkin diantara kepala berhadapan dengan kaki atau tidur dari arah berlawanan.  
   Dalam konteks tahlilan, kain putih bermakna suci, dengan dihiasi bungan rampai yang bermakna representasi dari bunga surga, dengan dalil “bunga daka toma sorga, supu toma dunia,  la idadi sohi (bunga dari surga, mencerahkan dunia).4



4rincian makanan adat ternate”. hasil diskusi dengan Ilyas Husen ( tokoh adat), Tomajiko, rabu, 19 november 2014, dengan menggunakan teknik pencatatan dari hasil diskusi)



PENUTUP
 Simpulan
     Tradisi lisan merupakan salah satu bentuk ekspresi kebudayaan daerah yang jumlahnya beratus-ratus di seluruh Indonesia. Kemampuan tradisi lisan untuk melingkupi segala sendi kehidupan manusia, membuktikan bahwa nenek moyang kita di masa lampau telah mengenal ajaran kehidupan yang terkandung dalam tradisi lisan. 
    Mengenai dengan pembahasan tersebut terdapat perbedaan pendapat, namun perlu diketahui bahwa, satu kesimpulan atau pokok dari makna simbolisasi makanan adat ternate adalah berhubungan dengan proses penciptaan manusia. Jika ditinjau dari agama islam sangat berkaitan dengan QS. At-Attin: 4. 
 
Saran
      Maluku Utara, khususnya Ternate mempunyai berbagai macam tradisi lisan. tradisi tersebut bukan secara arbiter dalam menciptakannya, tetapi membutuhkan kontemplasi yang kuat serta bertauhid dijalan sang khalik. Olehnya itu, disetiap lembaga maupun kalangan masyarakat mempelajari serta menilik lebih jauh makna dari tradisi negeri kita yang tercipta pada masa lalu.


DAFTAR PUSTAKA
Sugiyono, Dr.Prof. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif  Kualitatif Dan    R&B . Alfabeta: Bandung
Ratna ,Kutna, Nyoman, 2011. Estetika “sastra dan budaya”. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Daeng. J. Hans. Dr. 2012. Manusia Kebudayaan dan Lingkungan “tinjauan Antropologis. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Pusat Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat (P3M) STAIN Ternate, 2012. Sejarah Sosial Kesultanan Ternate. Ombak: Yogyakarta
Taib Rinto & Alting ,Husain. 2012. Wisata Kota Pusaka Ternate (Pesona masa lalu yang memukau kini, menuju kebangkitan Pariwisata Kota Ternate). Ummu Press: Ternate
Http// La Banara. Proposal :30/5/2012: Konsep Tradisi Lisan


Komentar

  1. Apakah makna di atas adalah tunggal, atau ada makna lain di balik simbol makanan tersebut?

    BalasHapus
  2. Apakah makanan adat Ternate sama dengan makanan adat Tidore, Bacan, dan Jailolo? kalau sama apa kesamaannya, kalau beda apa perbedaannya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Peristiwa Tutur Menggunakan Teori "Speaking" Dell Hymes

ANALISIS PERISTIWA TUTUR MENGGUNAKAN TEORI " SPEAKING " DELL HYMES Penulis: Rafli Marwan ( Mahasiswa Pascasarjana  Pendidikan Bahasa Indonesia  Universitas Negeri Semarang) Penulis menjelaskan terlebih dahulu komponen-komponen teori  SPEAKING Dell Hymes berdasarkan beberapa referensi. Dell Hymes  Setelah itu, penulis memberikan contoh peristiwa tutur kemudian menganalisis berdasarkan komponen-komponen SPEAKING Dell Hymes. I. Konsep SPEAKING   Dell Hymes Dell Hymes (1972) merumuskan komponen peristiwa tutur yang kemudian diakronimkan menjadi   SPEAKING, yaitu (S) Setting and scene , (P) Participants, (E) End, (A) Act sequence, (K) Key, (I) Instrumentalities, (N) Norms of interaction and interpretation, (G) Genre. berikut penulis menjelaskan disertai perbedaan-perbedaan pemahaman. 1.     Setting and scene (latar dan suasana) . Setting atau latar lebih bersifat fisik, yang meliputi tempat dan waktu terjadinya tuturan....

Sastra Lisan Ternate: antara Dalil Tifa dan Moralitas Masyarakat Ternate

Dalil Tifa dan Moralitas Masyarakat  Ternate (Artikel ini ditulis ketika itu Kota Ternate sedang kehilangan aura relegiusitasnya. dan bukan hanya ketika itu, hari ini pun demikian) Dewasa ini, tragedi kemanusiaan semakin membara, sejarah kemanusiaan memberikan eksistensi manusia masa kini sebagai perebutan kekuasaan. Segi perebutan kekuasaan ini, menyeluruh hingga ke penjuruh dunia.   Setiap kelompok dominan mengklaim dari sisi agama bahwa mereka yang paling benar berdasarkan keyakinannya. Begitu pula kelompok-kelompok etnis, mengejar ketertinggalan atas dasar warisan sejarah. Politik dewasa ini mengikutsertakan, walaupun dipandang sampah yang busuk, namun tetap di daur ulang oleh pelaku itu sendiri. kehidupan tak lagi sudi bersama manusia, krisis ekonomi, konflik-konflik berkepanjangan yang berujung saling membunuh. belum lagi konsumsi minuman keras, judi, kekerasan dan lain-lain, bahkan bidang pemerintahan, wakil rakyat dan para pemerintah diduga kurupsi.  Ha...