ANALISIS PERISTIWA TUTUR MENGGUNAKAN TEORI "SPEAKING" DELL HYMES
Penulis: Rafli Marwan
(Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Negeri Semarang)
Penulis menjelaskan terlebih dahulu komponen-komponen teori SPEAKING Dell Hymes berdasarkan beberapa
referensi. Dell Hymes Setelah itu, penulis memberikan contoh peristiwa tutur kemudian
menganalisis berdasarkan komponen-komponen SPEAKING
Dell Hymes.
I. Konsep SPEAKING
Dell Hymes
Dell Hymes (1972) merumuskan komponen peristiwa tutur yang
kemudian diakronimkan menjadi SPEAKING, yaitu (S) Setting and scene, (P) Participants,
(E) End, (A) Act sequence, (K) Key, (I)
Instrumentalities, (N) Norms of interaction and interpretation, (G)
Genre. berikut penulis menjelaskan
disertai perbedaan-perbedaan pemahaman.
1. Setting and scene (latar dan suasana).
Setting atau latar lebih bersifat
fisik, yang meliputi tempat dan waktu terjadinya tuturan. Sementara scene adalah latar psikis yang lebih
mengacu pada suasana psikologis yang menyertai peristiwa tutur (Mulyana, 2005: 23).
Tempat dan waktu yang berbeda dapat menyebabkan situasi yang berbeda. Chair
& Agustina (2010: 48) memberikan contoh, berbicara di lapangan sepak bola
pada waktu ada pertandingan sepak bola dalam situasi yang ramai tentu berbeda
dengan pembicaraan di ruang perpustakaan pada waktu banyak orang membaca dan
dalam keadaan sunyi. Di lapangan sepak bola kita bisa berbicara keras-keras,
tapi di ruang perpustakaan harus seperlahan mungkin (Chaer & Agustina,
2010: 48).
Mengenai scene,
ada yang berbeda pemahaman. Sumarsono (2013: 327) dan Mulyan (2005:23) memahami
scene sebagai suasana. Sedangkan
Chaer & Agustina (2010:48) memahami scene
sebagai situasi. Tetapi bisa kita memilah bahwasannya situasi merujuk pada waktu
dan tempat, sementara suasana merujuk pada
faktor psikologisnya atau perasaan yang dialami oleh penutur dan mitra
tutur. Misalnya ketika peristiwa tutur berlangsung atau berakhir apakah penutur
dan mitra tutur merasakan suasana yang bahagia, sedih, atau risau terhadap
situasi tersebut.
2. Partisipants (Peserta)
Partisipants (Peserta), adalah pihak-pihak yang terlibat dalam
pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan
penerima pesan (Chaer & Agustina, 2010: 48).
3. End (Akhir)
End (akhir), merujuk pada maksud dan tujuan
pertuturan. Peristiwa tutur yang terjadi di ruang pengadilan bermaksud untuk
menyelesaikan suatu kasus perkara; namun, para partisipan di dalam peristiwa
tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan si
terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa si terdakwa tidak bersalah,
sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil. Dalam peristiwa tutur
di ruang kuliah sosiolinguistik, ibu dosen yang cantik itu berusaha menjelaskan
materi kuliah agar dapat dipahami mahasiswanya; namun, barangkali di antara
para mahasiswa itu ada yang datang hanya untuk memandang wajah dosen yang
cantik itu (Chaer & Agustina, 2010: 49).
Referensi lain mengenai end, Sumarsono (2013: 328) memilah adanya maksud-hasil (purpose-outcome) dan maksud-tujuan (purpose-goal). Yang membedakan adalah
hasil (outcome) dan tujuan (goal). Dalam peristiwa tutur , kedua
pihak sebagai penutur dan mitra tutur masing-masing mempunyai maksud dan
tujuan, tetapi proses peristiwa tutur berakhir atau selesai bisa jadi hasilnya
berbeda dari maksud dan tujuan yang diharapkan oleh penutur maupun mitra tutur.
Dari kedua itulah Hymes menyebutnya End .
4. Urutan tindakan(urutan tindak)
Urutan tindakan (urutan tindak), mengacu pada bentuk ujaran dan isi
ujaran. Bentuk ujaran berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana
penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan.
Bentuk ujaran dalam kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta adalah
berbeda. Begitu juga dengan isi yang dibicarakan (Chaer & Agustina, 2010:
49).
Lebih spesifik terkait
perbedaan bentuk dan isi ujaran, Sumarsono (2013:326) memberikan contoh,
kalau seseorang berujar “ Dia berdoa agar Tuhan melindungi keluarganya”,
orang itu hanya melaporkan isi pesan (ujaran) saja. Kalau orang itu
mengatakan “Dia berdoa, ‘Tuhan
lindungilah keluarga saya!’” , orang itu melaporkan isi pesan, yaitu
tentang dia yang berdoa, dan sekaligus mengutip bentuk pesan, yaitu bagian kalimat
‘Tuhan lindungilah keluarga saya!’. Isi
pesannya adalah apa doanya itu, bentuk pesannya ialah bagaimana dia berdoa.
5. Kunci(kunci)
Key (kunci), mengacu pada nada, cara, dan semangat
dimana suatu pesan disampaikan: denga senang hati, dengan serius, dengan
singkat, dengan sombong, dengan mengejek, dan sebagainya. Hal ini dapat juga
ditunjukan dengan gerak tubuh dan isyarat (Chaer & Agustina, 2010: 49).
Selain itu, Sumarsono (2013:330) mengatakan kunci juga melibatkan satuan-satuan
lingustik. Ungkapan berikut dari seorang ibu kepada anak yang nakal:
a) “kamu ini kok nakal
lagi, nakal lagi,...”
b) “kamu ini kok
nakaaaaaalll terus...”
Pemanjangan vokal pada kata nakal, pada suku kata kedua, terasa lebih ekspresif, nadanya
menunjukan kejengkelan yang memuncak.
6. Instrumentalitas ( dalam strumentalitas )
Instrumentalities (instrumentalitas) , mengacu pada jalur bahasa
yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegram atau telepon. Instrumentalities juga mengacu pada kode
ujaran yang digunakan, seperti bahasa, dialek, fragam, atau register (Chaer
& Agustina, 2010: 49).
7. Norms of interaction and
interpretation (norma interaksi dan interpretasi)
Norms of interaction and
interpretation (norma
interaksi dan interpretasi), mengacu pada
norma atau aturan dalam berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara
berinstrupsi, bertanya, dan sebagainya. Juga mengacu pada norma penafsiran terhadap
ujaran dari lawan bicara (Chaer & Agustina, 2010: 49).
8. Genre (jenis/aliran)
Tentang Genre (jenis/aliran) dimaksudkan kategori-kategori seperti puisi,
mite, dongeng, pribahasa, teka-teki, cacian (kutukan), doa, orasi, kuliah,
perdagangan, surat edaran, editorial, dan sebagainya (Sumarsono, 2013:333).
Menurut Richards dkk (1985) dalam Sumarsono (2013:233) mengemukakan beberapa
kategori genre yang sama dengan sebelumnya, yaitu doa, kotbah, cakapan,
nyanyian, pidato, puisi, surat, dan novel.
II. Peristiwa Tutur
Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya
interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua
pihak yaitu penutur dan mitra tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu,
tempat, dan situasi tertentu (Chaer & Agustina, 2010: 47)
Berikut contoh tuturan
Pembeli :
Ikan Tuna harganya berapa pak?
Penjual :
murah bu, saya kasih
200.000 deh buat
penglaris.
Pembeli :
mahal bener, masih bisa kurang nggak pak? Kurang ya? 150.000 deh.
Penjual : kalau segitu saya nggak dapat untung dong bu.
Gini saja, gimana kalau 180.000
saja. Udah murah itu bu. Ikannya segar.
Pembeli :
170.000 pas saya ambil
deh, kalo nggak bisa saya nggak jadi ambil. Gimana?
Penjual : duh, gimana ya bu (sambil berpikir), ya sudah deh bu, Gak apa-apa. (memasukkan ikan diplastik besar).
Pembeli :
nah, gitu dong, makasi ya pak. Semoga dagangannya semakin laris.
Penjual : amin bu.
Pembeli :
terima kasih pak.
Penjual : sama-sama.
(Disadur dari Mukhlisi, 2015)
III. Analisis.
Peristiwa tutur di atas akan dianalisis berdasakan
komponen SPEAKING Dell Hymes yang sudah dijelaskan sebelumnya.
1. Setting and scene (latar dan suasana).
Tempa pada peristiwa tutur di atas adalah terjadi di
pasar penjualan ikan. Sementara situasi di pasar adalah situasi ramai karena
tentunya setiap pembeli dan penjual saling tawar menawar. Suasana psikologis
yang dirasakan oleh penjual dan pembeli berubah-ubah. Ketika si pembeli
bertanya harga ikan, si penjual dengan senang hati menyebut patokan harganya
yakni 200 ribu. Si pembeli pun merasa keberatan dengan harga tersebut dan
melakukan tawaran dengan harga 150 ribu yang menurut si penjual terlalu murah
dan tidak mendapat keuntungan. Untuk menetralisir harga agar sama-sama senang
dan mendapat keuntungan, si pembeli menawarkan 180 ribu. Dengan pertimbangan
bahwa jika tidak menyutujui tawaran itu si pembeli akan pergi, dan tawaran itu
tidak terlalu murah, maka si penjual pun dengan menyetujuinya, walaupun agak
berat hati.
2. Partisipants (Peserta)
Peserta tutur pada peristiwa tutur di atas dua orang
yaitu si pembeli dan si penjual. Dalam berinteraksi, si pembeli dan penjual
sama-sama sebagai pengirim dan penerima,
atau pembicara dan pendengar.
3. End (Akhir)
Maksud dan tujuan utama si pembeli adalah membeli ikan
dengan harga terjangkau. Sementara si penjual adalah melariskan ikan dengan
patokan harga sesuai perhitungannya. Hasil yang diperoleh si penjual dan si
pembeli tidak sesuai tujuan karena patokan harga adalah minimal atau netral.
4. Urutan tindakan(urutan tindak)
Mengenai bentuk dan isi, si pembeli menata struktur
bahasa bisa dibilang strategis. Misalnya pada kalimat “masih bisa kurang nggak pak? Kurang ya?
150.000 deh”, ini bentuk penawaran
yang isinya si pembeli memohon agar si penjual menyetujuinya. Bentuk dan isi
yang strategis juga ketika si pembeli mengatakan “170.000
pas saya ambil deh, kalo nggak bisa saya nggak jadi ambil. Gimana?”
5. Kunci(kunci)
Cara si pembeli bisa di lihat dari segi bentuk ujarannya.
Misalnya kalimat “masih
bisa kurang nggak pak? Kurang ya? 150.000 deh”, cara ini kalimat yang isinya memohon tapi juga memaksa
untuk mencapai tujuannya. Walaupun demikian, menyenangkan hatinya si penjual
ketika si pembeli mengatakan “Semoga dagangannya semakin laris”.
6. Instrumentalitas ( dalam strumentalitas )
Jalur bahasa yang digunakan pada peristiwa tutur di atas
adalah melalui jalur lisan.
7. Norms of interaction and
interpretation (norma interaksi dan interpretasi)
Norma bahasa yang digunakan si pembeli dan penjual tentu
norma dalam perdagangan yakni tawar menawar. Si pembeli mematuhi norma atau
aturan dengan upaya menawarkan agar maksud dan tujuannya tercapai, begitu pula
dengan si penjual.
8. Genre (jenis/aliran)
Genre pada peristiwa tutur di
atas adalah adalah genre percakapan dan perdagangan, yaitu bentuknya percakapan
dan isinya perdangangan (tawar-menawar)
Sumber:
Mulyana, M.Hum. 2005. Kajian
Wacana: Teori, Metode & Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana.Yogyakarta:
Penerbit Tiara Wacana.
Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2010. Sosiolinguistik: Pengantar Awal . Jakarta: Rineka Cipta.
Sumarsono, Prof. Dr. 2013. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sumarsono, Prof. Dr. 2013. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mukhlisi, Ikhwan.
2015. Contoh
Percakapan Antara Penjual dan Pembeli. Situs Web:http://www.bahasaindonesiaku.net/2015/10/contoh-percakapan-antara-penjual-dan-pembeli.html. Diunduh 9 September 2018.
Terima kasih
BalasHapus